Tidak Mampu Mengungkapkan Rasa Kecewa
Suami yang sering marah mungkin sulit menyampaikan kekecewaannya secara langsung. Kesulitan mengungkapkan perasaan negatif bisa memicu reaksi marah sebagai cara tidak langsung untuk menyampaikan ketidakpuasan dan kekecewaan yang dirasakannya.
Komunikasikan Perasaan dengan Baik
Saat suami marah, komunikasikan perasaanmu tanpa menyalahkan, ungkapkan dampak emosinya padamu dengan jelas. Buat dia paham bagaimana itu mempengaruhi hubungan. Dengan berbicara terbuka, mungkin dia lebih sadar dan berusaha mengendalikan diri. Ini dapat memperkuat hubungan dan memberikan kesempatan bagi kamu dan pasangan untuk lebih saling memahami satu sama lain.
Cari Bantuan Profesional
Langkah terakhir yang bisa kamu lakukan untuk menghadapi suami yang suka marah-marah karena hal sepele adalah dengan mencari bantuan profesional seperti psikolog atau konselor hubungan pernikahan.
Mereka dapat memberikan wadah aman untuk memahami dan mengatasi akar masalah kemarahan. Dengan bimbingan ahli, kamu dan suami bisa belajar strategi komunikasi yang sehat dan cara mengelola emosi, membangun dasar yang kuat untuk hubungan yang lebih harmonis dan penuh pengertian.
Baca Juga: Ke Psikolog Ga Selalu Mahal! Ini Daftar Biaya Konsultasi Psikologi!
Dalam menghadapi suami yang sering marah karena hal sepele, penting untuk memahami penyebabnya dan berkomunikasi secara bijak. Bersikap tenang, mendengarkan dengan empati, memberikan waktu, dan jika perlu, mencari bantuan profesional, dapat membantu memperkuat hubungan dan menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.
Grome sebagai penyedia layanan konseling online siap membantumu menyelesaikan masalah hubungan rumah tangga yang pelik melalui konseling pernikahan online. Punya masalah pribadi atau yang lainnya seperti sulit mengendalikan emosi atau mengalami kesulitan dalam mengatasi stres kerja, semua bisa kamu konsultasikan pada psikolog profesional Grome. Tidak perlu khawatir karena rahasia terjamin aman!
Perlu diketahui bahwa dalam mazhab Syafi’i yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia, perkataan “Saya cerai kamu” yang diucapkan suami itu sudah termasuk cerai dalam hukum Islam, walaupun belum masuk di persidangan perceraian di kejaksaan.
Artinya, ketika sudah mengatakan demikian, secara fikih, suami itu sudah tidak boleh melakukan hubungan suami istri, kecuali sudah rujuk terlebih dulu. Karenanya, untuk hati-hati, para suami jangan sembarangan mengucapkan kata cerai kepada istrinya.
Begitupun istri, jangan mudah meminta cerai kepada suami karena masalah sepele dalam rumah tangga. Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Seorang istri yang mudah meminta cerai suaminya hanya karena permasalahan sepele, maka dia tidak akan mencium baunya surga” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Artinya, istri yang dengan mudah meminta cerai pada suaminya dikhawatirkan tidak akan masuk surga bersama suaminya yang saleh.
Karenanya, ulama mengklasifikasi permasalahan apa saja yang memperbolehkan istri menggugat atau meminta cerai pada suaminya.
Pertama, suami sering melakukan kekerasan fisik dan seksual terhadap istri, sehingga membuatnya cacat. Kedua, suami sering meninggalkan salat, berjudi, mabuk, main perempuan. Ketiga, suami tidak memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak dan istri selayaknya, padahal ia mampu. Keempat, suami enggan memenuhi kebutuhan biologis istri padahal ia mampu.
Karenanya, alangkah baiknya bila suami atau istri tidak mudah mengucapkan kata cerai. Apalagi jika masih dapat dikomunikasikan dengan baik di antara keduanya. Bila perlu, keduanya mendatangkan orang lain untuk mendamaikan perseteruan rumah tangganya. Wallahu a’lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Sumber : www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d26d5d860dd3/bisakah-bercerai-karena-suami-selalu-membanting-pintu/
Oleh : Dimas Hutomo, S.H.
Saya punya suami suka marah-marah, saya udah gakuat karena ia suka membanting pintu kalo lagi marah. Mukul sih enggak, tapi ya marah-marah terus. Bisakah saya menggugat cerai karena alasan itu?
Alasan Perceraian Menurut Hukum
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak, yang mengacu ke Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dan khusus yang beragama Islam mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).[1]
Adanya upaya sungguh-sungguh untuk berdamai diperlukan dalam permasalahan ini, karena perceraian hakikatnya adalah upaya terakhir jika memang suatu rumah tangga tidak dapat dipertahankan dan sulit untuk rukun kembali.
Pada dasarnya, suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Isteri pun wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.[2]
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, mengenai bisakah menggugat cerai suami karena sering marah-marah dan membanting pintu?
Pelu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 39 UU Perkawinan diatur bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
Sedangkan, mengenai apa saja yang merupakan alasan-alasan perceraian, dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”), yang bunyinya:
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
Alasaan tersebut juga diatur dalam Pasal 116 KHI, berbunyi:
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
Kemudian, dalam Pasal 16 PP Perkawinan dikatakan bahwa Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 PP Perkawinan dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk bercerai harus terdapat alasan-alasan sebagaimana dijelaskan.
Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya bisa saja jika istri ingin bercerai karena suami selalu emosi dan membanting pintu, yang berakibat pada perselisihan dan pertengkaran secara sehingga rumah tangga tidak rukun. Tentunya alasan tersebut diajukan bersamaan dengan gugatan perceraian yang diajukan istri.
Ulasan selengkapnya mengenai istri menggugat suami silakan baca artikel Bisakah Istri Diam-Diam Menggugat Cerai Suami?.
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat pada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 0018/Pdt.G/2014/PAJT yang menjadi penggugat adalah istri. Dalam gugatannya mengatakan bahwa tergugat (suami) mempunyai sifat cemburuan, kasar kepada penggugat, dan tergugat selalu membanting pintu apabila terjadi pertengkaran. penggugat dan tergugat pun telah pisah ranjang.Keluarga telah pernah mengupayakan agar berdamai dan dapat rukun kembali, akan tetapi tidak berhasil.
Pada pertimbangannya, Hakim menyatakan bahwa alasan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagai tersebut dalam Pasal 19 huruf f PP 9/1975 jo. Pasal 116 huruf f KHI jo. Pasal 33 dan 34 UU Perkawinan, dan telah melanggar Pasal 2 dan 4 perjanjian sighat ta’lik thalak, oleh karenanya gugatan penggugat tersebut patut dipertimbangkan dan dikabulkan.
Tergugat telah melanggar pasal 2 perjanjian sighat ta’lik thalak, berdasarkan sesuai dengan pasal 119 KHI, maka Hakim mengabulkan gugatan penggugat dengan thalak satu bain sughro.
Talak Ba`in Shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.[3]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 0018/Pdt.G/2014/PAJT.
[1] Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan jo. Pasal 115 KHI
[2] Pasal 34 UU Perkawinan
[3] Pasal 119 ayat (1) KHI
Mungkin wajar jika kamu ingin menyampaikan kesedihan kepada ibu mertua atau mungkin ipar perempuan. Namun, mungkin saja mereka belum pernah menyaksikan sisi suamimu yang seperti itu. Oleh karena itu, penilaian mereka mungkin kabur dan dalam kasus terburuk, mereka mungkin menolak untuk mempercayaimu ketika kamu berbicara tentang masalah kemarahan suamimu. Oleh karena itu, kamu harus memiliki sistem pendukung dari teman atau kerabatmu sendiri di luar nikah yang dapat kamu percayai.
Memiliki Trauma di Masa Lalu
Suami yang memiliki pengalaman traumatis atau pola perilaku yang dipelajari dari masa lalu, seperti pola didikan yang melibatkan marah sebagai bentuk pengendalian atau pelecehan dan penelantaran di masa kanak-kanak, mungkin lebih rentan terhadap perilaku marah-marah. Kemarahan ini kadang diarahkan pada orang-orang di sekelilingnya, kadang juga pada dirinya sendiri.
Baca Juga: Merasa Benci Diri Sendiri? Mungkin Kamu Alami Self-Loathing!
Kenapa Suami Sering Marah karena Hal Sepele?
Sering marah karena hal sepele bisa disebabkan oleh berbagai alasan. Beberapa di antaranya adalah:
Bersikap Tenang dan Jangan Balas dengan Emosi
Hadapi suami yang marah dengan tenang dan hindari membalas dengan emosi juga. Dengan sikap yang stabil, kamu dapat mencegah konflik membesar. Komunikasi bijak dapat menenangkan suasana, membangun pemahaman dan membuka jalan untuk penyelesaian masalah secara dewasa.
Berikan Waktu dan Ruang untuk Meredakan Emosi
Untuk menghadapi suami yang suka marah-marah, berikan waktu dan ruang agar dapat meredakan emosinya. Hal ini mencegah eskalasi konflik yang tidak perlu. Dengan memberikan kesempatan untuk tenang, hubungan dapat lebih baik, dan suami pun memiliki kesempatan untuk meresapi dan mengelola emosinya dengan lebih baik.
Setelah emosi suami mereda, ajak bicara secara konstruktif mencari akar masalah dan solusinya agar kejadian serupa tidak terulang.
Tidak Bisa Mengendalikan Emosi
Kesulitan untuk mengendalikan emosi atau anger management issue adalah hal yang umum terjadi pada pria. Menurut National Library of Medicine, pria lebih sering berperilaku agresif sebagai pelampiasan kemarahan mereka ketimbang wanita. Kalau suamimu memiliki kesulitan dalam mengelola emosinya dan ini membuatnya jadi sering marah dan bertindak kasar, bisa jadi dia membutuhkan bantuan tenaga medis profesional.
Jangan Pernah Takut untuk Pergi
Perempuan sering kali takut meninggalkan pertengkaran yang memanas karena tahu betul bahwa itu mungkin berakhir dengan kekerasan fisik. Meskipun terbukti bahwa kamu menghargai pasangan, kamu harus lebih memperhatikan keselamatan diri sendiri dan pergi tepat waktu sebelum pertengkaran itu berujung pada perkelahian.
Jika kamu telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan seksual dalam pernikahan, maka kamu harus menghubungi pihak berwenang setempat untuk meminta bantuan. Jangan pernah takut berjalan menjauh dari situasi yang buruk, karena kamu dapat membangun kembali hidup menjadi lebih bahagia.
Halo, terima kasih untuk pertanyaannya.
Kami dapat memahami kebingungan dan ketakutan anda menghadapi situasi tersebut. Banyak faktor yang memicu perilaku tersebut sehingga dibutuhkan pemeriksaan lebih dalam.
Untuk membina hubungan sehat dan membangun cinta diperlukan pula membangun pola komunikasi yang sehat dan terbuka. Anda dan pasangan perlu saling mengkomunikasikan kondisi yang anda alami, sehingga dapat saling memahami pula. Selain itu, upayakan untuk dapat saling mendengarkan tanpa menghakimi. Anda dan pasangan juga dapat saling menghargai, serta saling mendukung menjadi versi terbaik diri masing-masing. Hal tersebut penting untuk diperhatikan karena membina hubungan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya di salah satu pihak saja.
Menghadapi pasangan yang sulit diajak berkomunikasi dan kurang mampu mengelola emosi memiliki tantangan tersendiri. Sebaiknya anda tetap tenang dan tidak mudah terpancing karena hanya akan semakin memperburuk keadaan. Anda dapat menggunakan energi yang anda miliki untuk mengontrol hal yang dapat anda kendalikan (misalnya respon anda terhadap pasangan), daripada fokus pada hal yang tidak dapat anda kendalikan (misalnya perilaku pasangan). Anda juga memiliki hak untuk menetapkan batasan toleransi atas sikap pasangan anda. Jika memang diperlukan untuk mengambil jarak sejenak, maka hal tersebut boleh untuk dilakukan tetapi tetap dikomunikasikan dengan pasangan. Setiap keputusan yang anda ambil, sebaiknya diputuskan dalam kondisi yang tenang dan pikiran yang jernih. Selain itu, anda juga dapat mencari waktu yang tepat untuk membicarakan permasalahan anda dengan pasangan, kemudian bersama-sama mencari solusi yang terbaik.
Jangan ragu untuk memeriksakan diri/ pasangan anda atau melakukan konseling bersama pasangan ke psikolog jika keluhan berlanjut atau bertambah parah agar segera tertangani.
Suami Merasa Tidak Dihargai
Tidak peduli seberapa besar rasa cinta kita terhadap pasangan, kita tetap membutuhkan apresiasi dari waktu ke waktu. Kita ingin agar effort yang sudah diberikan itu diapresiasi dan dihargai oleh pasangan.
Suami butuh rasa dihargai dan dibutuhkan dari istri agar merasa diperhatikan. Jika merasa diabaikan, dia mudah marah sewaktu istri lalai dalam hal-hal kecil sekalipun. Dan kadang hal ini terjadi tanpa disadari oleh suami itu sendiri. Karena itu, butuh komunikasi yang baik untuk bisa menyelesaikannya.
Baca Juga: Apakah Kalian Cocok? Kenali Dulu Love Language Pasanganmu!