Kesultanan Kanoman
Sebenarnya, Kesultanan Kanoman merupakan pecahan dari Kesultanan Cirebon. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1678. Selain Kesultanan Kanoman, ada juga Kesultanan Kasepuhan yang juga bagian dari Kesultanan Cirebon.
Kesultanan Kanoman memiliki keraton yang sangat luas, kira-kira hampir lima kali lapangan sepak bola. Beberapa budaya dari kesultanan ini masih dilestarikan oleh masyarakat setempat seperti Grebeg Syawal dan berziarah ke makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana.
Kesunanan Surakarta
Sama halnya dengan Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta merupakan hasil Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755. Kesunanan ini mempunyai sebuah kerajaan terletak di Kota Solo yang biasa dikenal dengan sebutan Keraton Surakarta.
Di bangunan tersebut, terdapat salah satu bangunan bertingkat yang menarik, yaitu Menara Sanggabuwana yang konon menjadi tempat bertemunya Ratu Laut Selatan dengan sang Raja.
Menara ini didirikan oleh Sri Susuhan Pakubuwono III pada tahun 1782 untuk memata-matai pasukan Belanda pada masa zaman penjajahan. Hingga saat ini, Kesunanan Surakarta masih eksis dengan budayanya yang menarik seperti Sekaten dan Malam Suro.
Baca Juga: Mengenal Bregada, Pasukan Prajurit Kraton Yogyakarta
Waktu di London, Kerajaan Inggris sekarang
Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate merupakan salah satu kerajaan tertua yang ada di Indonesia. Dalam sejarahnya, kesultanan ini merupakan gabungan dari empat kampung, yang mana setiap kampung dipimpin oleh Momole atau ketua marga.
Hal ini dikarenakan oleh keresahan masyarakat setempat akibat ulah perompak laut sehingga para Momole memutuskan untuk menggabungkan keempat kampung itu menjadi satu pemerintahan yang diberinama Kesultanan Ternate.
Kerajaan ini diberi nama Kesultanan karena pada akhirnya raja dan pimpinan di sana menganut agama Islam. Pada saat itu, Islam menyebar ke daerah tersebut melalui jalur perdagangan. Kerajaan ini masih eksis hingga sekarang dan saat ini dipimpin oleh seorang sultan yang bernama Sultan Mudaffar Sjah.
Kesultanan Deli merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam yang terletak di Sumatra Utara. Berdirinya kesultanan ini tidak lepas dari peranan Kesultanan Aceh Darussalam, khususnya pada kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.
Dalam sejarahnya, Kesultanan Deli merupakan hadiah dari Sultan Iskandar Muda kepada Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan atas keberhasilannya menaklukan wilayah yang ada di Sumatra Utara, termasuk Bandar Deli.
Pada tahun 1946, terdapat peristiwa menyedihkan yang mana para bangsawan dibunuh oleh masyarakat Deli karena dianggap bersekutu dengan Belanda. Untungnya, keluarga Kesultanan Deli selamat karena penjagaan dari tentara Sekutu yang ada di Medan. Hingga sekarang, kesultanan ini masih eksis.
Nah, itu dia enam kerajaan di Indonesia yang masih berdiri hingga sekarang. Beberapa di antara kerajaan tersebut mendapatkan hak atau otoritas khusus atas konstribusinya terhadap kesatuan negara Indonesia.
Baca Juga: 14 Menu Makanan dan Minuman Kesukaan Raja Kraton Yogya
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Pada era modern, beberapa kerajaan di Eropa masih memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Negara yang dipimpin raja/ratu seperti ini merupakan negara yang menganut bentuk pemerintahan monarki.
BACA JUGA: Setiap Kediaman Milik Keluarga Kerajaan Inggris
Setidaknya ada enam negara di benua Eropa yang masih mempertahankan monarki sebagai bentuk pemerintahannya dengan raja/ratu sebagai kepala negara, termasuk Britania Raya. Berikut ini daftar kerajaan di Eropa yang masih eksis hingga saat ini.
Britania Raya menjadi salah satu kerajaan di Eropa paling ikonis, dengan Raja Charles lll yang kini menjabat sebagai kepala negara. Britania Raya adalah sebuah negara berdaulat dengan empat negara konstituen, yakni Inggris, Irlandia Utara, Skotlandia, dan Wales.
Britania Raya merupakan negara kesatuan di bawah monarki konstitusional sebagai bentuk pemerintahannya dan sistem parlementer sebagai sistem pemerintahannya. Itu artinya, seorang Perdana Menteri ditugaskan untuk memimpin dan mengatur urusan pemerintahan dan kebijakan politik, sedangkan Raja bertugas untuk mengatur urusan non-pemerintahan dan melakukan tugas seremonial. Sederhananya, Raja sebagai kepala negara merupakan simbol kedaulatan, keagungan, dan persatuan negara, tetapi tidak memiliki kekuasaan politik.
Saat ini, Kerajaan Spanyol dipimpin oleh Raja Felipe VI, yang naik takhta pada tahun 2014 setelah ayahnya Raja Juan Carlos I turun takhta. Raja sebagai kepala negara Spanyol hanya berfungsi sebagai simbol kekuasaan yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Sementara itu, urusan pemerintahan dan tanggung jawab parlemen dipegang oleh kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri.
Secara konstitusi, Norwegia menganut bentuk pemerintahan monarki konstitusional dengan sistem pemerintahan parlementer, yang mana Raja Norwegia adalah kepala negara dan Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan. Raja Harald V telah menjadi kepala negara selama 33 tahun, yang naik takhta pada tahun 1991 setelah kematian ayahnya, Raja Olav V. Raja bertanggung jawab atas tugas representatif dan seremonial kenegaraan, dan dianggap sebagai tokoh pemersatu di negara Norwegia.
Swedia telah mengalami perubahan monarki, dari monarki elektif menjadi monarki herediter pada tahun 1544. Monarki herediter atau takhta turun-temurun di Swedia mengadopsi aturan anak tertua tanpa memandang jenis kelamin mutlak sebagai pewaris takhta.
Raja Carl XVI Gustaf merupakan kepala negara Swedia sejak tahun 1973, dan putrinya, Putri Mahkota Victoria, adalah pewaris takhta kerajaan Swedia. Sama seperti kerajaan di Eropa lainnya, tugas Raja Swedia hanya bersifat representatif dan seremonial, serta tidak memiliki kekuasan politik.
Denmark merupakan negara berdaulat di bawah monarki konstitusional tertua di Eropa. Belum lama ini, Putra Mahkota Frederik resmi dilantik sebagai Raja Denmark yang bergelar Raja Frederik X, setelah ibunya Ratu Margrethe II melepaskan takhta yang didudukinya sejak tahun 1972. Setelah Ratu Elizabeth II, Ratu Margrethe II juga menjadi salah satu Ratu dengan masa jabatan terlama di Eropa yakni selama 52 tahun.
Satu lagi kerajaan di Eropa yang masih memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, yaitu Kerajaan Belanda. Sejak tahun 2013, Kerajaan Belanda dipimpin oleh Raja Willem-Alexander, setelah ibunya Ratu Beatrix turun takhta. Ini adalah pertama kalinya Kerajaan Belanda dipimpin oleh seorang Raja, setelah 123 tahun dipimpin oleh seorang Ratu. Kerajaan Belanda terdiri dari empat negara konstituen, ini termasuk Belanda, Aruba, Curaçao, dan Sint Maarten.
Meski sebagian besar negara di seluruh dunia menganut bentuk pemerintahan republik, namun enam kerajaan di Eropa ini masih mempertahankan bentuk pemerintahan monarki dengan Raja/Ratu sebagai kepala negaranya. Inilah bukti keberlangsungan kekuasaan monarki yang masih eksis hingga saat ini dan tidak menutup kemungkinan hingga di masa yang akan datang.
(Teaser photo: @theroyalfamily / Instagram)
Kerajaan Inggris adalah sebuah monarki konstitusional, yang artinya raja atau penguasa berbagi kekuasaan dengan pemerintah yang terorganisir secara konstitusional. Raja atau ratu yang berkuasa merupakan kepala negara.
Namun, kekuatan politik terletak di perdana menteri sebagai kepala pemerintahan, sekaligus para kabinet. Di samping itu, pihak monarki harus bertindak sesuai dengan saran mereka.
Kekuasaan Inggris dapat ditelusuri sejak Dinasti Saxon, di mana dikatakan dalam Ensiklopedia Britannica, penguasa pertamanya adalah Egbert. Dia berkuasa sejak 802-839 Masehi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah kepemimpinan Britania oleh Dinasti Saxon ini kemudian berlanjut hingga beberapa sosok pemerintah, lalu berhenti pada Edward the Elder yang memimpin dari tahun 899-924 Masehi. Kekuasaan Britania itu kemudian berlanjut dengan kekuasan Inggris.
Kasunanan Surakarta
Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745. Kasunanan itu merupakan penerus dari Kesultanan Mataram yang beribu kota di Kartasura dan selanjutnya berpindah di Surakarta.
Pada tahun 1755, sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti yang disahkan pada tanggal 13 Februari 1755 antara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan Pangeran Mangkubumi, disepakati bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua pemerintahan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
Awalnya, 1745 hingga peristiwa Palihan Nagari pada 1755, Kesunanan Surakarta yang beribu kota di Surakarta merupakan kelanjutan dari Kesultanan Mataram yang sebelumnya berkedudukan di Kartasura, baik dari segi wilayah, pemerintahan, maupun kedudukan penguasanya.
Setelah Perjanjian Giyanti dan diadakannya Pertemuan Jatisari pada tahun 1755 menyebabkan terpecahnya Kesunanan Surakarta menjadi dua kerajaan; kota Surakarta tetap menjadi pusat pemerintahan sebagian wilayah Kesunanan Surakarta dengan rajanya yaitu Susuhunan Pakubuwana III, sedangkan sebagian wilayah Kesunanan Surakarta yang lain diperintah oleh Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di kota Yogyakarta, dan wilayah kerajaannya kemudian disebut sebagai Kesultanan Yogyakarta.
Kemudian dibuat Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757, yang membuat wilayah Kesunanan makin kecil. Sebagian wilayah, yakni Nagara Agung (wilayah inti di sekitar ibu kota kerajaan) diserahkan kepada Raden Mas Said yang kemudian bergelar Adipati Mangkunegara I. Saat ini, Mangkunegaran masih eksis.
Mangkunegaran adalah kadipaten yang posisinya di bawah kasunanan dan kasultanan, sehingga penguasa tidak berhak menyandang gelar Sunan ataupun Sultan.
Penguasa Keraton Kasunanan Surakarta bergelar Sunan Pakubuwono, sedangkan gelar penguasa Kadipaten Mangkunegaran adalah Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro.
Antara tahun 1757 sampai dengan 1946, Kadipaten Mangkunegaran adalah kerajaan otonom yang berhak memiliki tentara sendiri yang independen dari Kasunanan Surakarta.
Wilayahnya mencakup bagian utara Kota Surakarta, di antaranya adalah Kecamatan Banjarsari, kemudian seluruh Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, dan sebagian wilayah Kecamatan Ngawen serta Semin di Gunung Kidul, Yogyakarta. Keseluruhan wilayah Mangkunegaran tersebut hampir mencapai 50 persen wilayah dari Kasunanan Surakarta.
Saat ini, Mangkunegaran dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X atau Gusti Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo merupakan raja.
Sejatinya, pemimpin Mangkunegaran bukanlah raja, namun adipati atau pangeran miji atau pangeran mandiri, yang memimpin sebuah kadipaten di bawah Keraton Kasunanan Surakarta bernama Mangkunegaran.
Meskipun kedudukan pemimpin Mangkunegara yang sebenarnya adalah adipati, namun kerap dianggap raja dalam memori masyarakat Mangkunegara. Itu dipengaruhi oleh Mangkunegara yang dulu sempat berkuasa atas beberapa wilayah, yakni Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri.
Kesultanan Kanoman
Kesultanan Kanoman ini didirikan oleh Pangeran Muhamad Badrudi Kertawijaya atau Sultan Anom 1 di tahun 1678. Sebelumnya, Kesultanan Kanoman ini merupakan pecahan dari Kesultanan Cirebon pada tahun 1666.
Di masa kekosongan 1666 hingga 1678 itu Kesultanan Cirebon diambil alih kekuasaannya oleh Kerajaan Mataram. Berjalannya waktu dan tak puasnya pengambilahinan tersebut hingga menimbulkan konflik.
Akhirnya Kesultanan Cirebon dipecah dan salah satunya Kesultanan Kanoman yang diberikan Pangeran Muhamad Badrudin Kertawijaya.
Jejak-jejak peradaban kerajaan-kerajaan di atas masih bisa dilihat hingga sekarang di setiap wilayahnya. Masih terdapat keraton atau tempat pemerintahan dan tempat tinggal raja-raja yang menduduki kursi kekuasaan.
Peninggalan kerajaan-kerajaan tersebut kini menjadi sebuah destinasi wisata yang sering dikunjungi oleh para wisatawan yang ingin melihat dan menggali informasi tentang sejarah kerajaan tersebut.
Saat ini, Kesultanan Kanoman dipimpin oleh Sultan Anom XII Mochamad Saladin.
Jadi keraton mana saja yang sudah kamu datangi?
Sejarah Singkat Kerajaan Inggris
Selanjutnya, dikatakan dalam laman History, Raja Inggris yang pertama adalah Athelstan yang bertakhta sejak 925 sampai 939 Masehi. Kemudian, sejak rezim William the Conqueror, peralihan kepemimpinan ditetapkan dari raja kepada anak laki-laki pertama.
Namun, hal ini diubah pada tahun 1702 M ketika Parlemen Inggris memberikan Act of Settlement, yang menyatakan bahwa disebabkan wafatnya Raja William III, gelar penguasa akan diserahkan kepada Anne dan keturunannya. Hal ini berarti para perempuan juga bisa mewarisi takhta, selama tidak ada laki-laki yang dapat menduduki posisi itu.
Pada waktu itu, hukum umum di Inggris menyatakan bahwa ahli waris laki-laki menjadi pewaris sebelum saudara perempuan mereka. Dengan kesepakatan kekuasaan Gereja Inggris pula, Act of Settlement pun menyatakan bahwa setiap ahli waris yang menikah dengan seorang Katolik Roma, akan dihapus dari garis suksesi.
Aturan mengenai siapa pewaris takhta Kerajaan Inggris tidak diperbarui lagi sampai tahun 2013, saat Parlemen menyetujui Succession to the Crown Act. Peraturan ini kemudian menggeser garis suksesi ke sistem primogeniture absolut. Maksudnya, kerajaan akan diteruskan ke pewaris sulung, tak peduli apa pun jenis kelamin mereka.
Kesultanan Yogyakarta
Dulu, terdapat Kesultanan Mataram Islam yang merupakan salah satu kerajaan terbesar yang ada di Pulau Jawa. Akibat intervensi Kumpeni Belanda, terdapat perselisihan lokal yang mengakibatkan terjadinya Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755.
Hasil perjanjian tersebut membuat Kesultanan Mataram Islam dibagi menjadi dua, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Pada Oktober 1755, Sultan Hamengku Buwono I memulai pembangunan Keraton Yogyakarta yang merupakan pusat pemerintahan kerajaan tersebut.
Setelah proklamasi Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan amanat pada 5 September 1945 yang menyatakan wilayahnya yang bersifat kerajaan adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Britania Raya dan United Kingdom
Demikian sejarah singkat Kerajaan Inggris beserta para penguasanya sejak dahulu sampai sekarang.
Kesultanan Yogyakarta
Kesultanan Yogyakarta atau Ngayogyakarta Hadiningrat ini berdiri sejak 1755 dan raja pertama yang menjabat di kesultanan itu adalah Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengkubuwono 1.
Kerajaan itu mulanya merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram Islam yang terpecah menjadi dua. Pembagian wilayah itu tertuang pada Perjanjian Giyanti. Pecahan lainnya menjadi Kasunanan Surakarta.
Di tahun 1950, Kesultanan Yogyakarta resmi berubah menjadi yang kita kenal saat ini yakni Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan hingga saat ini gelar untuk pemimpin-pemimpin daerah tersebut masih menggunakan gelar Hamengkubuwono.
Saat ini, Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)